Seperti
yang kita tau kawat adalah salah satu alat yang sangat kita kenal, banyak
pabrik yang memproduksi kawat di Indonesia, kita pun sudah mengetahui hal
tersebut. Namun bicara mengenai harga kawat, justru mulai menjadi hal yang
menarik untuk kita ketahui. Bahan baku kawat adalah besi, baja dan bahan baku
lainnya, sebuah fakta bahwa Indonesia adalah negara penghasil bahan baku
tersebut, tetapi kenyataan bebicara sebaliknya. Industri
baja nasional, yaitu salah satu industri bahan baku kawat, menyebut tekanan
pada industri baja nasional terjadi karena produk baja impor masuk pasar
indonesia dengan cara-cara menyimpang, salah satunya dengan
penyalahgunaan pos tarif baja paduan. Baja yang diimpor seharusnya dapat
dipenuhi oleh industri dalam negeri karena kebanyakan jenis baja yang
diimpor merupakan jenis baja karbon yang kegunaannya hanya untuk konstruksi
umum. Hal yang sering terjadi adalah penyalahgunaan kategori baja paduan
tersebut, yang bertujuan untuk mengalihkan pos tarif dari baja karbon menjadi
baja paduan demi menghindari bea masuk.
Memang pemerintah telah memperketat pengawasan sejak
awal 2017, namun pengetatan impor besi dan baja yang dilakukan pemerintah sejak
awal tahun ini belum efektif. Data Badan Pusat Statistik menunjukan impor nilai
impor kedua komonditas tersebut selama periode Januari-Mei 2017 meningkat
31,45% dari periode yang sama tahun lalu. Impor besi dan baja selama
Januari-Mei 2017 tercatat sebanyak 5,43 juta ton, naik tipis dari periode yang
sama tahun lalu sebesar 5,38 juta ton. Meski ekspor besi dan baja naik 93.5%
pada Mei dibandingkan dengan April 2017. Impor justru melonjak
nyaris tiga kali lipat. Terjadinya praktek – praktek “unfair trade”, jelas membahayakan
produsen baja di dalam negeri, yang notabene berproduksi dengan biaya apa
adanya, jika mereka dibanjiri dengan impor yang harganya tidak masuk akal dalam
arti “sangat murah” maka industri besi dan baja di Indonesia akan meredup,
bahkan mungkin dimatikan.
Produsen, atau pelaku industri baja nasional telah
lama melakukan berbagai cara untuk mendongkrak daya saing produk, seperti
meningkatkan kapasitas mesin, menggenjot pemasaran, dan terus
meningkatkan efisiensi operasional. Hanya saja semua usaha yang telah
dilakukan, tetap tak mampu menandingi harga baja impor asal China yang
begitu murah. Bahkan selisih efektif harga baja domestik dengan baja impor
China dapat mencapai 28%. Dengan beda harga sebesar itu, industri baja di
negara mana yang dapat bersaing dengan baja China yang perbandingan harga kawat nya
begitu jauh. Sebuah skema pasar bebas yang terkonsentrasi, jelas terlihat
ketika data dari asosiasi Baja Dunia mencatat ekspor baja China menjadi
106 juta ton pada 2016 atau turun 3,1% dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Hanya saja, ekspor baja ke negara Asia Tenggara meningkat 11,5%
menjadi 13,3 juta ton pada tahun 2016. Indonesia menjadi tujuan ekspor utama
China untuk produk baja jenis batangan sebanyak 3,6 juta ton.
Terjerat kawat China agaknya judul yang kasar untuk
sebuah keadaan yang serba terjepit untuk harga kawat di Indonesia, namun itulah
fakta yang tersaji secara objektif yang tak dapat dipatahkan. Dalam hal ini
pemerintah harus segera kembali menegaskan dimana letak proteksi ekonomi untuk
Industri di tanah air. Walaupun memang skema pasar bebas yang berjalan dengan
mulus telah menjerat Indonesia sejak lama. Namun sudah menjadi sebuah kewajiban
yang harus dijalankan pemerintah ketika mengetahui bagaimana seharusnya ekonomi
konstitusi mengatur kegiatan ekonomi di dalam negeri. Produk peraturan seperti Permendag
No 21 tahun 2009 yang mewajibkan importir baja memiliki nomor importir
terdaftar, nampaknya belum efektif membendung impor baja khususnya untuk produk
kawat dan paku. Lalu bagaimana dengan Indonesian Iron and Steel Industry
Association (IISIA), yaitu organisasi industri besi dan baja yang berupakan
peleburan dari beberapa asosiasi besi dan baja dari hulu ke hilir yang
mempunyai fungsi melakukan
pembahasan atas permasalahan industri besi dan baja, merumuskan pola dan solusi untuk meyikapi
permasalahan yang terjadi, serta mengajukan usulan/aspirasi kepada
pemerintah atas kebijakan-kebijakan pemerintah yang erat kaitannya dengan
industri baja nasional. Seharusnya asosiasi ini dapat mengambil sikap yang
tepat untuk keberlangsungan industri baja , dan mendongkrak harga kawat di
Indonesia.